Diceritakan oleh Ustadz M Nur Alim, Pengasuh Pondok Tahfidz Harun Asy-Syafi’i Karang Kajen - Yogyakarta
PERNIKAHAN DAN RUMAH BONUS DARI ALLAH
Pada kesempatan malam ke-8 Ramadhan, ust Nur Alim menyemangati para jama’ah untuk mengisi waktu ramadhan dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an. Beliau juga menyemangati untuk mulai menghafalkan Al-Qur’an, beliau berkisah tentang pengalaman yang dialami oleh salah seorang alumni pesantren tahfidz Harun Asy-Syafi’i.
Dia bernama Tukimin. Seorang pemuda petani sederhana berusia 26 tahun dari sebuah desa di Magelang, Jawa Tengah. Dia hidup sangat sederhana bersama Ibu dan adiknya. Suatu ketika, Tukimin berkeinginan kuat untuk menghafalkan Al Qur’an, kemudian dia memohon ijin kepada ibunya.
“ Mak! Aku njaluk pangestune arepe ngapalke alqur'an neng pondok…”
Permintaan ijin untuk pergi mondok untuk menghafalkan Al-Qur’an kepada ibunya ini bukanlah perkara yang sederhana bagi Tukimin. Tukimin adalah tulang punggung keluarga, dengan perginya dia untuk mondok tersebut secara otomatis pendapatan keluarganya dari bertani menjadi terhenti untuk sementara waktu. Tapi masya Allah, ibunya mengijinkan Tukimin untuk pergi menghafalkan Al-Qur’an.
Kemudian berangkatlah Tukimin menuju ke Jogja, ke daerah Pasar Telo – Karangkajen, Jogja.
tepatnya di pondok Harun Asy-Syafi’i dengan bekal seadanya. Sehari-hari Tukimin tekun menghafalkan Al-Qur’an selama 16 jam sehari. Segenap waktu dan tenaga dia curahkan untuk menghafalkan Al-Qur’an.
Karena keterbatasan ekonomi, seharinya Tukimin hanya makan nasi berlaukkan kecap. Teman-teman sepondoknya sering menawarinya dengan lauk yang mereka miliki, terkadang dia terima, terkadang pula dia tolak. Karena keterbatasan ekonomi inilah maka pondok membebaskan biaya mondok Tukimin.
4 bulan berlalu…
Tukimin merasakan himpitan ekonomi keluarganya akibat dia tinggalkan untuk mondok terasa semakin berat. Kemudian dia pamit untuk kembali kepada keluarganya untuk menyambung nafkah keluarga. Dia pulang dengan bekal hafalan 20 Juz. Masya Allah...!!!
Sesampainya di desa...
Tukimin melanjutkan pekerjaannya sebagai petani, dia bekerja keras mengumpulkan nafkah untuk keluarganya, dan dalam hatinya dia tetap berkeinginan kuat untuk mengkhatamkan Al-Qur’an. Ketika dia merasakan bahwa tabungan yang dimiliki oleh keluarganya telah mencukupi, maka Tukimin kembali lagi ke Jogja untuk meneruskan hafalannya.
Dan berkat rahmat Allah disertai usaha kerasnya, maka dia berhasil mengkhatamkan seluruh Al-Quran dalam total waktu kurang dari 6 bulan, Masya Allah… laa haula walaa quwwata illa billaah
Setelah berhasil mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an, maka Tukimin bergegas pulang ke desanya untuk berbakti kepada ibunya dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Dalam perjalanannya pulang
ada seorang bidan perempuan yang belum berkeluarga, yang tertarik hatinya kepada Tukimin.
Bidan tersebut mengikuti Tukimin hingga sampai ke rumah ibunya, tapi dia tidak berani masuk ke rumah orang tua Tukimin. Di lain waktu bidan tersebut kembali mendatangi rumah Tukimin,
akan tetapi tidak bersua dengannya. Hal ini dilakukannya hingga 4 kali akan tetapi tidak pernah bertemu dengan Tukimin.
Kemudian satu saat, sang bidan memberanikan diri untuk menyampaikan kepada ayahnya bahwa dia ingin Tukimin menjadi suaminya.
Alhamdulillah....
Mereka berdua akhirnya menikah. Sudah habiskah ceritanya hingga sampai disini saja? Ternyata belum.
Suatu ketika Tukimin memperoleh informasi bahwa sebuah perusahaan pengembang perumahan memberikan jatah rumah gratis kepada hafidz qur’an yang lolos uji. Maka Tukimin memberanikan diri untuk mengikuti ujian tersebut. Dari 80an peserta uji, Tukimin termasuk dari 4 yang lolos seleksi. Sekarang Tukimin tinggal bersama keluarganya di perumahan tersebut…
Demikianlah Allah angkat derajat para penghafal Al-Qur’an.
Bagaimana dengan kita?
![]() |
Pada kesempatan malam ke-8 Ramadhan, ust Nur Alim menyemangati para jama’ah untuk mengisi waktu ramadhan dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an. Beliau juga menyemangati untuk mulai menghafalkan Al-Qur’an, beliau berkisah tentang pengalaman yang dialami oleh salah seorang alumni pesantren tahfidz Harun Asy-Syafi’i.
Dia bernama Tukimin. Seorang pemuda petani sederhana berusia 26 tahun dari sebuah desa di Magelang, Jawa Tengah. Dia hidup sangat sederhana bersama Ibu dan adiknya. Suatu ketika, Tukimin berkeinginan kuat untuk menghafalkan Al Qur’an, kemudian dia memohon ijin kepada ibunya.
“ Mak! Aku njaluk pangestune arepe ngapalke alqur'an neng pondok…”
Permintaan ijin untuk pergi mondok untuk menghafalkan Al-Qur’an kepada ibunya ini bukanlah perkara yang sederhana bagi Tukimin. Tukimin adalah tulang punggung keluarga, dengan perginya dia untuk mondok tersebut secara otomatis pendapatan keluarganya dari bertani menjadi terhenti untuk sementara waktu. Tapi masya Allah, ibunya mengijinkan Tukimin untuk pergi menghafalkan Al-Qur’an.
Kemudian berangkatlah Tukimin menuju ke Jogja, ke daerah Pasar Telo – Karangkajen, Jogja.
tepatnya di pondok Harun Asy-Syafi’i dengan bekal seadanya. Sehari-hari Tukimin tekun menghafalkan Al-Qur’an selama 16 jam sehari. Segenap waktu dan tenaga dia curahkan untuk menghafalkan Al-Qur’an.
Karena keterbatasan ekonomi, seharinya Tukimin hanya makan nasi berlaukkan kecap. Teman-teman sepondoknya sering menawarinya dengan lauk yang mereka miliki, terkadang dia terima, terkadang pula dia tolak. Karena keterbatasan ekonomi inilah maka pondok membebaskan biaya mondok Tukimin.
4 bulan berlalu…
Tukimin merasakan himpitan ekonomi keluarganya akibat dia tinggalkan untuk mondok terasa semakin berat. Kemudian dia pamit untuk kembali kepada keluarganya untuk menyambung nafkah keluarga. Dia pulang dengan bekal hafalan 20 Juz. Masya Allah...!!!
Sesampainya di desa...
Tukimin melanjutkan pekerjaannya sebagai petani, dia bekerja keras mengumpulkan nafkah untuk keluarganya, dan dalam hatinya dia tetap berkeinginan kuat untuk mengkhatamkan Al-Qur’an. Ketika dia merasakan bahwa tabungan yang dimiliki oleh keluarganya telah mencukupi, maka Tukimin kembali lagi ke Jogja untuk meneruskan hafalannya.
Dan berkat rahmat Allah disertai usaha kerasnya, maka dia berhasil mengkhatamkan seluruh Al-Quran dalam total waktu kurang dari 6 bulan, Masya Allah… laa haula walaa quwwata illa billaah
Setelah berhasil mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an, maka Tukimin bergegas pulang ke desanya untuk berbakti kepada ibunya dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Dalam perjalanannya pulang
ada seorang bidan perempuan yang belum berkeluarga, yang tertarik hatinya kepada Tukimin.
Bidan tersebut mengikuti Tukimin hingga sampai ke rumah ibunya, tapi dia tidak berani masuk ke rumah orang tua Tukimin. Di lain waktu bidan tersebut kembali mendatangi rumah Tukimin,
akan tetapi tidak bersua dengannya. Hal ini dilakukannya hingga 4 kali akan tetapi tidak pernah bertemu dengan Tukimin.
Kemudian satu saat, sang bidan memberanikan diri untuk menyampaikan kepada ayahnya bahwa dia ingin Tukimin menjadi suaminya.
Alhamdulillah....
Mereka berdua akhirnya menikah. Sudah habiskah ceritanya hingga sampai disini saja? Ternyata belum.
Suatu ketika Tukimin memperoleh informasi bahwa sebuah perusahaan pengembang perumahan memberikan jatah rumah gratis kepada hafidz qur’an yang lolos uji. Maka Tukimin memberanikan diri untuk mengikuti ujian tersebut. Dari 80an peserta uji, Tukimin termasuk dari 4 yang lolos seleksi. Sekarang Tukimin tinggal bersama keluarganya di perumahan tersebut…
Demikianlah Allah angkat derajat para penghafal Al-Qur’an.
Bagaimana dengan kita?
produk/jumlah(qty)/Nama/alamat/kota
Format order tidak harus sama, yang penting bisa kami pahami. Secepatnya Kami akan melakukan konfirmasi dan memberikan no Rekening untuk pembayaran.
SMS DISINI!!



0 komentar:
Tulis Review